Metrotvnews.com,
Jakarta: Kasus kejahatan seksual yang berujung pada kematian telah membetot
perhatian masyarakat sejak kasus yang menjerat YY terungkap. Ironisnya,
beberapa pelaku masih berusia di bawah umur.
Ketua Divisi Sosialisasi Komas Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda meyampaikan, penyebab anak menjadi pelaku kejahatan seksual karena tak dibekali norma agama dan budaya yang cukup. Hal itu menyebabkan pribadi pelaku menjadi rapuh, agresif, dan emosional.
Ketua Divisi Sosialisasi Komas Perempuan dan Anak Indonesia (KPAI) Erlinda meyampaikan, penyebab anak menjadi pelaku kejahatan seksual karena tak dibekali norma agama dan budaya yang cukup. Hal itu menyebabkan pribadi pelaku menjadi rapuh, agresif, dan emosional.
“Penyebab kekerasan yang paling dominan ada
pada diri sendiri. Mereka cenderung tidak bisa mengontrol sifat agresif dan
emosionalnya,” kata Erlinda kepada Metrotvnews.commelalui sambungan telpon, Jumat (13/5/2015).
Erlinda menjelaskan, hal tersebut diperparah dengan pola asuh orang tua yang acuh terhadap prilaku anak. Ia mengatakan, orang tua pelaku kejahatan seksualn biasanya cenderung tak peduli dengan teman bermain sang anak.
“Misalnya, anak main di tempat yang banyak peminum alkohol, orang tua masa bodo. Tidak memberitahu seharusnya anak menjauh,” lanjut Erlinda.
Erlinda kembali mengatakan, orang tua harus benar-benar berperan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Pasalnya, orang tua menjadi guru pertama yang bisa menyampaikan pelajaran hidup.
“Orang tua jaman sekarang cenderung cuek. Karena mereka sibuk kerja. Anak dibiarkan begitu saja. Orang tua juga tidak paham pola asuh yang harus mengedepankan perilaku sopan dan manusiawi,” jelas Erlinda.
Selain itu, pengalaman buruk di masa lalu juga turut menyumbang terjadinya kejahatan seksual. Sudah tak mendapat perhatian dari orang tua, pelaku dibombardir dengan situs pornografi. Mudahnya mengakses situs porno membuat anak semakin liar.
"Saya mengkaji melalui sosial baru ini, seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Hampir semua konten yang diakses pemuda-pemuda Indonesia isinya pornografi. Ini ada gejala komunikasi yang salah," kata Ketua Sarjana Komunikasi Indonesia, Yuliandre Darwis dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Menurut Darwis, sebagai penganut budaya timur, Indonesia sebenarnya menolak dan kritis terhadap munculnya segala macam konten pornografi. Sehingga, secara akademis kasus YY dan kekerasan seksual terhadap anak-anak lainnya seharusnya tidak terjadi.
Darwis pun saat ini meminta pemerintah agar lebih aktif mengawasi konten-konten media sosial, terutama yang berbau pornografi. Salah satu langkahnya ialah dengan membuat regulasi.
Sebelumnya, pemerintah sepakat menambah hukuman berat pada pelaku kejahatan seksual dengan hukuman mati dan kebiri. Sanksi itu akan diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Hukuman mati diberikan kepada pelaku bila korban mendapat trauma dan menimbulkan kematian. Sementara sanksi kebiri diberikan khusus bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang sudah mendapat vonis pengadilan.
Erlinda menjelaskan, hal tersebut diperparah dengan pola asuh orang tua yang acuh terhadap prilaku anak. Ia mengatakan, orang tua pelaku kejahatan seksualn biasanya cenderung tak peduli dengan teman bermain sang anak.
“Misalnya, anak main di tempat yang banyak peminum alkohol, orang tua masa bodo. Tidak memberitahu seharusnya anak menjauh,” lanjut Erlinda.
Erlinda kembali mengatakan, orang tua harus benar-benar berperan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Pasalnya, orang tua menjadi guru pertama yang bisa menyampaikan pelajaran hidup.
“Orang tua jaman sekarang cenderung cuek. Karena mereka sibuk kerja. Anak dibiarkan begitu saja. Orang tua juga tidak paham pola asuh yang harus mengedepankan perilaku sopan dan manusiawi,” jelas Erlinda.
Selain itu, pengalaman buruk di masa lalu juga turut menyumbang terjadinya kejahatan seksual. Sudah tak mendapat perhatian dari orang tua, pelaku dibombardir dengan situs pornografi. Mudahnya mengakses situs porno membuat anak semakin liar.
"Saya mengkaji melalui sosial baru ini, seperti YouTube, Facebook, Twitter, dan sebagainya. Hampir semua konten yang diakses pemuda-pemuda Indonesia isinya pornografi. Ini ada gejala komunikasi yang salah," kata Ketua Sarjana Komunikasi Indonesia, Yuliandre Darwis dalam diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (7/5/2016).
Menurut Darwis, sebagai penganut budaya timur, Indonesia sebenarnya menolak dan kritis terhadap munculnya segala macam konten pornografi. Sehingga, secara akademis kasus YY dan kekerasan seksual terhadap anak-anak lainnya seharusnya tidak terjadi.
Darwis pun saat ini meminta pemerintah agar lebih aktif mengawasi konten-konten media sosial, terutama yang berbau pornografi. Salah satu langkahnya ialah dengan membuat regulasi.
Sebelumnya, pemerintah sepakat menambah hukuman berat pada pelaku kejahatan seksual dengan hukuman mati dan kebiri. Sanksi itu akan diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Hukuman mati diberikan kepada pelaku bila korban mendapat trauma dan menimbulkan kematian. Sementara sanksi kebiri diberikan khusus bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang sudah mendapat vonis pengadilan.
Analis
:
Menurut berita Metronews di atas dapat di simpulkan bahwa kejahatan seksual berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Terutama kaum Adam, mereka tidak bisa melihat wanita yang berpakaian terlalu terbuka yang mengakibatkan hasrat atau hawa nafsu mereka meluap dan tidak bisa dikendalikan lagi dan terjadilah pelecehan seksual. Dalam hal ini tidak ada yang bisa di salahkan, bukan dari kaum Adam yang harus mengontrol hawa nafsu mereka atau kaum Hawa yang harus berpakaian tertutup.
Menurut berita Metronews di atas dapat di simpulkan bahwa kejahatan seksual berasal dari dalam diri manusia itu sendiri. Terutama kaum Adam, mereka tidak bisa melihat wanita yang berpakaian terlalu terbuka yang mengakibatkan hasrat atau hawa nafsu mereka meluap dan tidak bisa dikendalikan lagi dan terjadilah pelecehan seksual. Dalam hal ini tidak ada yang bisa di salahkan, bukan dari kaum Adam yang harus mengontrol hawa nafsu mereka atau kaum Hawa yang harus berpakaian tertutup.
Karena
itu adalah hak dari kaum Hawa sendiri ingin berpakaian seperti apa karena
mereka juga mempunyai agama dan keyakinan masing-masing. Justru sebaiknya kita
melihat dari diri kita sendiri, apakah kita sudah mengontrol hawa nafsu kita ?
Atau sudahkah kita berpakaian yang selayaknya ? Kita harus introspeksi diri
kita baik untuk mengontrol hawa nafsu bagi kaum Adam atau berpakaian yang sopan
bagi kaum Hawa. Jadi janganlah menyalahkan kaum Adam ataupun kaum Hawa, lihatlah
kedalam diri kita sendiri perbaiki akhlak kita, dekatkan diri kita kepada
Tuhan, banyak-banyaklah beribadah agar kita terhindar dari pelecehan seksual
tersebut